Prof.Dr.H.Achmad Sanusi,SH.MPA: Dalam Kerumitan Dan KesemrawutanPerlu Nilai Operasional & Komperehensif
Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Isalam Nusantara (Uninus) Prof.Dr.H.Achmad Sanusi,SH.MPA mengemukakan negara Indonesia itu mengalami pertumbuhan dan perkembangan.Bukan hanya negara secara fisik,namun juga makna keindonesiaan kita mengalami pertumbuhan dan perkembangan.“ Selain lingkungan eksternalIndonesia yang mengalami pertumbuhan dan perubahan juga lingkungan internal Indonesia mengalami perubahan,pertumbuhan dan perkembangan.Perubahan-perubahan itu membuat apa yang tadinya teratur menjadi rumit (complex) dan semrawut (chaos) “.ujarnya dalam kegiatan seminar nasional “ Revitalisasi Nilai-Nilai Nahdatul Ulama Dalam Mengawal Demokrasi “ berlangsung 10 Desember 2014 di kampus Uninus Jl.Soekarno Hatta No.530 Bandung. Kegiatan seminarsecara resmi dibuka rektor Uninus Dr.H.Didin Wahidin M.Pd serta pada kesempatan tersebut juga hadir pembicara yakni Kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK-Indonesia) Jakarta Yudi Latif ,MA,P.Hd menyampaikan makalah “ NU Dan Politik Kebangsaan”,serta materi lainnya disampaikan Erfianto Sanaf SH,MH, Drs.KH.Chozin Humaidi serta Dr.Abdul wahid Maktub.MBA.Menurut Achmad Sanusi seperti diberitakan Koran Giwangkara kerumitan dan kesemrawutan itu akibat etos birokratisasi bertemu dengan etos demokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang luas terbentang ini..Birokrasi menawarkan keseragaman,formalisme dan keteraturan serta perubahan melalui kebijakan.Namun kebijakan sering menjadi sumber masalah baru dan bukannya menjadi instrumen perubahan dan solusi masalah.Pada sisi lain dengan berbagai bentuknya muncul etos demokratisasi di tengah publik yang mendabakan pengakuan atas keragaman,pengembangan daya kreatif dan subtansialisme.Begitu pula dalam berbagai kehidupan,berjumpa antara formalisme etos birokratisasi ini dengan semangat subtansialisme dalam etos demokrasi.Musyawarah misalnya menjadi pertempuran dua etos ini dalam tatanan politik.Dalam dunia pendidikan juga sama halnya. Begitu pula dalam praktek ekonomi,formalisme berbisnis mencari laba berganti jadi mencari dan memburu rente dengan praktek percaloan dan semacamnya yang memperpanjang jalur tanpa nilai tambah.
“ Oleh sebab itulah reformasi hanya bisa dipandang sebagai proses mengembalikan pada subtansi tersebut.Pendidikan bukan melahirkan orang berijazah melainkan orang baik,politik bukan melahirkan kekuasaan melainkan kemaslahatan sosial,ekonomi bukan berarti memperoleh laba melainkan kesehjahteraan bersama”.kilahnya. Selanjutnya Achmad Sanusi menjelaskan bahwa perubahan praktek yang berlangsung pada lingkungan eksternal negara-bangsa Indonesia ini mempengaruhi juga pada praktek di Indonesia.
Dia mencontohkan liat saja beberapa petani ditangkap polisi karena melakukan pemuliaan benih padi dengan cara melakukan penyilangan. Karena petani dianggap melanggar Undang Undang Perbenihan yang melindungi kepentingan produsen benih bersetifikat. Padahal praktek pemuliaan benih itu lumrah dilakukan para petani dan menjadi semacam kompetensi yang dimiliki leluhur kita dalam praktek pertanian. Artinyaapa yang bisa dan biasa dilakukan menjadi tidak boleh dan tidak bisa dilakukan lagi. Inillah kerumitan dan kesemrawutan yang kita alami.Dalam kondisi seperti ini perlu adanya keharusan untuk kembali pada nilai- nilai. Tentu saja nilai –nilai yang operasional dan nilai-nilai komperehensif yang bertlandaskan pada wahyu dan kemampuan serta potensi yang dimiliki manusia sendiri yakni kemampuan berpikir,merasakan atau berpikir rasional Di tengah kondisi seperti itu juga diperlukan kemampuan untuk berpegang teguh pada nilai-nilai yang bukan hanya pada landasan dan motivasi tindakan melainkan juga menjadi tujuan tindakan. Ada enam sistem nilai yang bisa ditawarkan pada tingkat pribadi,komunitas,organisasi,masyarakat dan bangsa. Sistem nilai tersebut mencakup nilai-nilai teologis,logis,rasional,etis hukum,estetis,fisik fisiologis dan teleologis.
Dalam prakteknya nilai-nilai tersebut dijalankan manusia terkadang keseluruhannya secara bersamaan. Kadang-Kadang manusia mempertentangkannya untuk mencari dalih mana nilai yang diprioritaskan,sehingga lebih mengutamakan nilai teleologis (nilai guna/manfaat) dibandingkan nilai lain,seperti para koruptor yang mencuri uang negara. Ada kalanya nilai-nilai itu diambil hanya yang menunjang kepentingan dan semangat egosentrismenya saja.“ Nilai-nilai itu sesungguhnya menjadi pendorong kemajuan yang membuat kita bergerak secara dinamik dalam spiral dinamika dari tingkat,tahap instinktif,initiatif menjadi manusia yang mengetahui,menjalankan,merasa dan berkeyakinan” ujar Achmad Sanusiyang pada tanggal 31 Agustus 2014 menginjak usia 85 taun merayakan ulang taun Tasyakur Binni’mah Melaunching buku Manajemen Strategi Pendidikan merupakan hasil karya tulisnya..(Suherman.S).-

